TAMBIR DIMINATI BANYAK ORANG
Sentra kerajinan anyaman bambu yang memproduksi
tambir di Desa Muntuk, Kecamatan Dlingo, Bantul, tidak pernah sepi
permintaan. Permintaan sudah berdatangan bahkan sebelum perajin
menyelesaikan pengerjaan pembuatan tambir. Dari tahun ke tahun
permintaan tambir terus meningkat dengan pangsa pasar ke Surabaya dan
Jakarta.
Lebih dari 150 kepala keluarga di Dusun Seropan II, Desa
Muntuk, Dlingo, misalnya, bisa memproduksi hingga lebih dari 20.000 buah
tambir setiap bulannya. Di Kecamatan Dlingo ada tiga dusun yang menjadi
sentra produksi tambir yaitu Dusun Seropan I, Seropan II, dan Seropan
III.
Semua produk tambir pasti laku terjual. Belum ada barang
saja, pedagang dari luar daerah sudah memberi uang dulu, kata pengepul
dari Dusun Seropan II, Sri Sumarsih, Selasa (23/6).
Perajin tambir
di Dusun Seropan II , Winar, Suwardi, dan Sainem mengaku sudah menekuni
pembuatan kerajinan dari anyaman bambu tersebut secara turun temurun.
Tambir yang bentuknya hampir mirip dengan tampah ini biasa digunakan
sebagai wadah penyimpanan bahan makanan maupun wadah penjemuran.
Tingginya
jumlah permintaan tambir menyebabkan seluruh warga di Dusun Seropan I,
Seropan II, dan Seropan III menjadikan pembuatan tambir sebagai mata
pencaharian sampingan setelah bertani. Pembuatan kerajinan tambir
semakin marak seusai musim panen padi tadah hujan.
Tiap hari,
Winar dan keluarganya bisa menghasilkan hingga 10 tambir yang dijual Rp
2.500-Rp 2.900 per buah. Harga tersebut akan naik menjadi Rp 3.200 di
tingkat pengepul.
Sri menambahkan bahwa permintaan kerajinan
tambir pada tahun ini meningkat hingga 25 persen dibanding tahun lalu.
Dia terbiasa menyuplai hingga 2.500 buah tambir ke Surabaya. Di Dusun
Seropan II, terdapat delapan pengepul dengan volume pengiriman yang
hampir sama.
Semua perajin bambu lebih memilih membuat tambir
karena mudah dijual dan pembuatannya relatif gampang. Akibatnya, di tiga
sentra kerajinan tambir tersebut tidak ada keragaman produk kerajinan
bambu jenis lain selain tambir.
Bahan baku berupa bambu apus atau
bambu wulung didatangkan dari Kabupaten Gunung Kidul dan Kulon Progo.
Tiap batang bambu yang dibeli dengan harga Rp 8.000 bisa menghasilkan
hingga delapan buah tambir. Bambu lokal dari Dlingo sudah habis dan tak
lagi mencukupi untuk pembuatan kerajinan tambir.
0 komentar:
Posting Komentar